Kamis, 08 Mei 2025

Cerpen Senja Nan Damai. Oleh Made Budilana

Senja menyapa, menyisakan semburat jingga yang memudar di ufuk barat.  Bayangan dirinya di dinding kamar tampak tidak muda lagi.  Tiga kali ia membina rumah tangga, tiga kali pula ia merasakan pahitnya perpisahan.  Kini, di usia yang tidak muda lagi, ia hanya menyendiri, ditemani kesunyian yang begitu akrab.  Rumah kecilnya, yang dulu diramaikan gelak tawa sang istri, kini hanya dihuni kesepian.  Ekonomi yang pas-pasan semakin menambah beban di pundaknya.  Tak ada lagi wanita yang meliriknya,  tak ada lagi yang tertarik pada seorang pria tua dengan masa lalu yang berbekas luka.
 
Ia mengingat masa mudanya, penuh semangat dan optimisme.  Pernikahan pertama, penuh gairah dan harapan.  Namun, perbedaan visi dan ketidakmampuan memahami satu sama lain menjadi akar masalah.  Perceraian pertama datang bagai tamparan keras, menyisakan rasa sakit yang mendalam.  Ia mencoba bangkit, mencoba melupakan luka, dan kembali menata hati.
 
Pernikahan kedua hadir dengan janji-janji manis,  dengan harapan yang kembali berkecambah.  Namun, takdir berkata lain.  Konflik yang tak terselesaikan, perbedaan karakter yang tak bisa dikompromikan,  kembali mengantarkannya pada perpisahan.  Kali ini, rasa sakitnya lebih dalam,  lebih perih.  Ia merasa gagal sebagai seorang suami, sebagai seorang pelindung keluarga.
 
Ia mencoba lagi,  dengan penuh keraguan dan ketakutan.  Pernikahan ketiga,  dijalani dengan hati yang penuh luka.  Ia berharap kali ini akan berbeda,  bahwa ia bisa menemukan kebahagiaan yang selama ini dicarinya.  Namun,  takdir kembali menguji kesabarannya.  Perbedaan yang tak terjembatani,  kesalahpahaman yang tak terselesaikan,  kembali mengakhiri ikatan suci tersebut.
 
Kini, ia hanya bisa merenungkan perjalanan hidupnya.  Tiga kali gagal membina rumah tangga,  tiga kali merasakan pahitnya perpisahan.  Ia tak menyalahkan siapa pun,  hanya menyadari bahwa ia mungkin tak ditakdirkan untuk hidup berumah tangga.  Ia belajar menerima kenyataan,  bahwa tak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.
 
Ia menghabiskan waktu dengan menjalankan hobinya. Ia menemukan kedamaian di tengah kesunyian,  di tengah kesederhanaan hidupnya.   
 
Ia sering duduk di beranda rumahnya,  menikmati semilir angin malam.  Bintang-bintang di langit malam seakan menemani kesunyiannya.  Ia tak lagi memikirkan wanita,  tak lagi memikirkan pernikahan.  Ia menerima takdirnya,  menerima kesendiriannya.  Ia menyadari bahwa kebahagiaan tak selalu datang dari memiliki pasangan hidup.  Kebahagiaan bisa ditemukan di dalam diri sendiri,  di dalam kedamaian hati.  Ia belajar untuk mensyukuri apa yang ia miliki,  meski hidup yang ia jalani sederhana dan jauh dari sempurna.  Ia belajar untuk hidup dengan damai,  dengan penerimaan,  dan dengan rasa syukur.  Senja kembali menyapa,  menandai berakhirnya satu hari lagi dalam hidupnya yang sunyi,  namun damai.  Ia tersenyum,  senyum yang lahir dari kedalaman hati yang telah menemukan kedamaian.  Ia telah belajar,  dari setiap kegagalan,  dari setiap luka,  bahwa hidup adalah sebuah perjalanan panjang,  dan setiap perjalanan,  meski terkadang penuh rintangan,  akan selalu membawa kita pada pelajaran berharga.

Tidak ada komentar: