Rhoma Irama, lahir dengan nama asli Raden Oma Irama pada 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat, adalah seorang legenda dalam dunia musik dangdut di Indonesia. Julukan “Raja Dangdut” bukanlah sesuatu yang diberikan sembarangan. Rhoma Irama berhasil membawa musik dangdut dari pinggiran menjadi bagian dari identitas musik nasional Indonesia yang dicintai berbagai kalangan. Perjalanan hidup dan kariernya bukan hanya tentang alunan lagu dan denting gitar, tetapi juga tentang perjuangan, agama, dan pergerakan budaya yang kuat.
Sejak usia muda, Rhoma telah menunjukkan minat besar pada dunia musik. Pada tahun 1960-an, ia memulai karier musiknya dengan memainkan musik pop dan rock bersama band Gayhand. Namun, setelah beberapa tahun, ia merasa musik Barat tidak sepenuhnya merefleksikan identitas dan kebudayaan bangsa Indonesia. Saat itulah Rhoma menemukan inspirasi pada genre musik Melayu, yang kemudian berkembang menjadi musik dangdut.
Pada awalnya, dangdut dianggap sebagai musik rakyat jelata, namun Rhoma melihat potensi besar di dalamnya. Ia pun mulai menciptakan lagu-lagu dangdut yang kental dengan nuansa Melayu dan India, namun disertai dengan lirik yang menyentuh kehidupan masyarakat Indonesia. Rhoma juga mengusung elemen gitar elektrik yang menjadikan musiknya unik dan berbeda, memadukan alunan melodi khas dangdut dengan energi rock yang eksplosif.
Pada tahun 1973, Rhoma mendirikan Soneta Group, band dangdut yang kemudian menjadi simbol kebangkitan musik dangdut di Indonesia. Bersama Soneta, Rhoma mulai merekam lagu-lagu yang tidak hanya berbicara tentang cinta, tetapi juga tentang nilai-nilai kehidupan, agama, dan moralitas. Melalui lagu-lagu seperti “Begadang,” “Judi,” “Darah Muda,” dan “Gali Lobang Tutup Lobang,” Rhoma mengangkat isu-isu sosial yang relevan dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Album pertama mereka langsung mencuri perhatian publik, dan sejak itu, Soneta Group merilis banyak album yang laris di pasaran. Gaya panggung Rhoma yang energik serta lirik yang lugas membuat dangdut semakin digemari masyarakat luas. Rhoma juga dikenal sebagai musisi yang sering tampil dengan gaya khasnya: jubah panjang dan gitar yang menjadi ciri khasnya. Penampilan karismatiknya di atas panggung membuat Rhoma tak hanya menjadi penyanyi, tetapi juga ikon budaya.
Pada pertengahan 1980-an, Rhoma Irama mulai memperkenalkan elemen dakwah dalam karya-karyanya. Ia melihat bahwa musik bisa menjadi medium untuk menyampaikan pesan moral dan ajaran agama kepada masyarakat. Lagu-lagu seperti “Tabir Kepalsuan,” “Azza,” dan “Laa Ilaaha Illallah” menampilkan sisi religius Rhoma yang semakin kuat. Rhoma menggunakan popularitasnya untuk mengajak masyarakat ke arah yang lebih baik, menjauhi minuman keras, perjudian, dan perbuatan-perbuatan negatif lainnya.
Sebagai seorang Muslim yang taat, Rhoma sering kali menyisipkan pesan-pesan islami dalam lagu-lagunya. Dakwah melalui musik yang dilakukan Rhoma mendapat sambutan hangat dari penggemar, yang menganggapnya sebagai pemimpin moral dan sosok inspiratif. Rhoma bahkan pernah mengatakan bahwa “musik adalah alat, bukan tujuan.” Hal ini menunjukkan bahwa bagi Rhoma, musik adalah sarana untuk menginspirasi dan menyebarkan kebaikan.
Sepanjang kariernya, Rhoma Irama tak lepas dari kontroversi. Dari pandangan politiknya, keputusan-keputusan pribadi, hingga isu-isu yang berkaitan dengan dakwahnya, semuanya kerap memicu perdebatan di kalangan masyarakat dan media. Namun, terlepas dari kontroversi tersebut, Rhoma tetap konsisten dalam menjalankan misi dakwahnya melalui musik dangdut.
Pada beberapa kesempatan, Rhoma juga masuk ke dunia politik dan pernah mencalonkan diri sebagai calon presiden pada tahun 2014. Walaupun langkahnya dalam politik tidak berbuah menjadi seorang pemimpin negara, perjalanannya menunjukkan komitmen besar Rhoma untuk berkontribusi kepada bangsa. Baginya, seni dan politik adalah dua hal yang saling melengkapi untuk memperjuangkan keadilan dan moralitas di tengah masyarakat.
Seiring berjalannya waktu, Rhoma Irama telah mewariskan musiknya kepada generasi penerus. Gaya musiknya yang khas telah menginspirasi banyak penyanyi dan musisi dangdut muda untuk mengikuti jejaknya. Bahkan, hingga kini lagu-lagunya tetap diminati dan sering dinyanyikan ulang dalam berbagai versi oleh penyanyi-penyanyi dangdut muda.
Rhoma juga dikenal sebagai seorang tokoh yang konsisten memperjuangkan hak-hak seniman di Indonesia. Ia memperjuangkan undang-undang hak cipta dan melawan pembajakan musik yang kerap merugikan para musisi. Rhoma sangat peduli terhadap kesejahteraan seniman dan ingin agar generasi mendatang tetap bisa berkarya dengan bebas dan terlindungi.
Rhoma Irama adalah lebih dari sekadar musisi; ia adalah ikon yang mewakili semangat, moralitas, dan nasionalisme Indonesia. Dengan karier yang telah berlangsung lebih dari lima dekade, Rhoma Irama telah membuktikan bahwa musik bisa menjadi sarana perubahan sosial yang kuat. Sosoknya yang karismatik dan berjiwa pemimpin membuat Rhoma disegani tidak hanya sebagai “Raja Dangdut” tetapi juga sebagai seorang tokoh panutan di Indonesia.
Warisan Rhoma tidak hanya terletak pada nada dan irama lagu-lagunya, tetapi juga pada pesan-pesan moral yang disampaikan. Bagi penggemarnya, Rhoma adalah bukti nyata bahwa musik bisa menjadi jalan dakwah, medium pergerakan sosial, dan sarana untuk menyebarkan kebaikan. Dengan semua pencapaiannya, Rhoma Irama akan selalu dikenang sebagai seorang legenda yang tak hanya menaklukkan panggung dangdut, tetapi juga hati masyarakat Indonesia.